Menghadapi 2025, usaha jasa konstruksi di Indonesia perlu lebih cermat terhadap perubahan kebijakan perpajakan. Salah satu pertanyaan utama adalah: “Apakah usaha jasa konstruksi harus menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)?” Keputusan tersebut akan ditentukan berdasarkan omzet usaha dan dinamika regulasi terbaru.
Artikel ini akan mengupas tuntas persyaratan, perubahan terbaru, serta dampaknya terhadap operasional bisnis jasa konstruksi.
Baca Juga: Perbedaan PKP dan Non PKP: Hak dan Kewajibannya
Memahami Definisi dan Syarat PKP
PKP atau Pengusaha Kena Pajak merupakan status perpajakan yang disematkan kepada pelaku usaha yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), sesuai ketentuan dalam Undang-Undang PPN 1983 beserta amandemennya, termasuk UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Syarat menjadi PKP:
- Memiliki omzet kotor tahunan setidaknya sebesar Rp4,8 miliar (berdasarkan ketentuan tahun 2024).
- Melalui proses survei dan verifikasi oleh KPP (Kantor Pelayanan Pajak).
- Kelengkapan dokumen administrasi.
Bagi usaha dengan omzet di bawah ambang batas tersebut, tetap diperbolehkan untuk mendaftar sebagai PKP secara sukarela.
Perubahan Kebijakan PKP di Tahun 2025
Penurunan Ambang Batas Omzet PKP
Mulai 2025, berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Keuangan, ambang batas omzet wajib PKP akan turun drastis dari Rp4,8 miliar menjadi Rp600 juta.
Artinya, usaha jasa konstruksi kecil dan menengah yang sebelumnya tidak wajib PKP, kini berpotensi besar harus mendaftar.
Catatan: Ini berimplikasi luas, mengingat banyak pelaku jasa konstruksi skala kecil berada di bawah batas Rp4,8 miliar namun di atas Rp600 juta.
Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12%
Selain ambang batas omzet, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11% menjadi 12% pada 2025.
Dampak bagi jasa konstruksi:
- Peningkatan tarif PPN atas jasa menjadi 12%.
- Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) tarifnya juga naik dari 2,2% menjadi 2,4%.
Perubahan ini akan mengubah struktur biaya dan strategi harga jasa konstruksi.
Baca Juga: Aturan Pajak untuk Jasa Konstruksi Tanpa SIUJK/SBUJK
Kewajiban Administratif Bagi Usaha PKP
Usaha jasa konstruksi yang menjadi PKP wajib:
- Memungut PPN 12% dari klien.
- Menerbitkan faktur pajak elektronik (e-Faktur) untuk setiap transaksi.
- Kewajiban untuk melaporkan PPN melalui SPT Masa PPN secara bulanan.
- Mengelola administrasi elektronik yang lebih kompleks, termasuk pengarsipan faktur dan laporan.
Investasi pada sistem administrasi perpajakan digital akan menjadi keharusan.
Dampak Finansial dan Operasional
Kenaikan tarif PPN dan kewajiban menjadi PKP berpotensi memengaruhi:
- Penyesuaian Harga: Pelaku jasa konstruksi perlu melakukan penyesuaian harga jual demi menjaga tingkat keuntungan.
- Cashflow: Arus kas harus diperhitungkan lebih cermat karena ada tambahan kewajiban penyetoran pajak.
- Beban Administratif: Usaha perlu melatih staf atau bekerja sama dengan konsultan pajak.
Kesimpulan: Haruskah Usaha Jasa Konstruksi Menjadi PKP?
Jika omzet usaha Anda pada 2025 melebihi Rp600 juta, maka wajib menjadi PKP.
Namun, mendaftar PKP juga membuka peluang bisnis baru di sektor konstruksi yang lebih besar dan kredibel.
Saran:
Segera evaluasi omzet, siapkan infrastruktur administrasi, dan konsultasikan dengan konsultan pajak untuk transisi yang mulus menuju kewajiban baru ini.
Jika Anda adalah pelaku usaha jasa konstruksi yang ingin mengurus legalitas usaha dengan cepat, mudah, dan terpercaya, jasa pengurusan SBUJK IZIN.co.id siap membantu.
Hubungi tim IZIN sekarang dan dapatkan konsultasi GRATIS!
Lebih jauh, jika usaha konstruksi Anda membutuhkan bantuan dalam pengelolaan pajak dan administrasi perpajakan, andalkan jasa konsultan pajak dari IZIN.co.id.
Tim Konsultan kami siap membantu dalam setiap keperluan perpajakan, seperti;
- Pembuatan Laporan Keuangan dan Pelaporan SPT
- Pengurusan Payroll untuk Bisnis di Jakarta & Sekitarnya
- Pengurusan PKP Jakarta dan Sekitarnya
- dan layanan lainnya.
Hubungi tim IZIN sekarang dan dapatkan konsultasi GRATIS!
FAQ Seputar PKP Usaha Jasa Konstruksi
1. Apa keuntungan usaha jasa konstruksi menjadi PKP?
Menjadi PKP membuka peluang mengikuti tender proyek pemerintah dan meningkatkan kredibilitas di mata klien korporasi.
2. Bagaimana jika omzet di bawah Rp600 juta?
Tidak wajib menjadi PKP, namun bisa mendaftar sukarela untuk mendapatkan keuntungan komersial tertentu.
3. Apa risiko tidak mendaftar PKP padahal omzet melebihi batas?
Risiko meliputi pengenaan denda administrasi serta sanksi perpajakan dari Direktorat Jenderal Pajak.
4. Apakah semua jasa konstruksi terkena kenaikan tarif PPN?
Ya, semua jenis jasa konstruksi yang kena pajak akan mengalami kenaikan tarif PPN menjadi 12%.
5. Bagaimana cara menyiapkan administrasi e-Faktur?
Gunakan software e-Faktur resmi DJP atau gunakan jasa konsultan pajak yang terpercaya.
Referensi
- Undang-Undang PPN 1983 & Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
- Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020–2024
- UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
- Kementerian PKP, Anggaran Tahun 2025