Pajak Terutang: Panduan Lengkap, Perhitungan & Strateginya

Pajak Terutang: Panduan Lengkap, Perhitungan & Strateginya
Pajak Terutang: Panduan Lengkap, Perhitungan & Strateginya

Pajak terutang merupakan jumlah kewajiban pajak yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak (WP), termasuk WP Badan maupun WP Orang Pribadi, kepada negara. Informasi terkait waktu pembayaran, besaran pajak terutang yang harus disetor ke kas negara, dan kemungkinan pengembalian pajak (restitusi) akibat kelebihan pembayaran diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Untuk memahami konsep ini lebih lanjut, mari kita telaah pengertian, perbedaan, dasar hukum, jenis, ketentuan perhitungan, dan cara pembayaran pajak terutang.

Pengertian Pajak Terutang

Pajak Terutang adalah jumlah pajak yang harus dibayarkan pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

  • Masa Pajak sama dengan satu bulan kalender.
  • Tahun Pajak setara dengan satu tahun kalender atau tahun takwim.
  • Tahun Pajak dapat menggunakan jangka waktu dari Januari hingga Desember, kecuali jika ada izin untuk menggunakan jangka waktu lain.

Informasi ini menjadi dasar pemahaman bagi Wajib Pajak dalam menentukan kapan dan seberapa besar pajak terutang yang harus dibayarkan atau bahkan dapat diminta pengembalian. Seluruh aturan ini dijelaskan secara rinci dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Apa bedanya pajak terutang dan utang pajak?

Pajak Terutang: Panduan Lengkap, Perhitungan & Strateginya
Pajak Terutang: Panduan Lengkap, Perhitungan & Strateginya

Perbedaan antara Pajak Terutang dan Utang Pajak dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pajak Terutang:

  • Pajak yang harus dibayar.
  • Penghitungan dilakukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.
  • Tidak termasuk pengenaan sanksi administratif.
  • Sebagai wujud dari Self Assessment System.
  • Berdasarkan ajaran materiil.
  • Tanpa produk hukum.
  • Belum menjadi tunggakan pajak.
  • Bukan dasar dari tindakan penagihan.

Utang Pajak:

  • Pajak yang masih harus dibayar.
  • Penghitungan pajak dilakukan oleh fiskus.
  • Termasuk sanksi administratif (melibatkan pokok pajak dan sanksi administratif).
  • Sebagai wujud dari Official Assessment System.
  • Berdasarkan ajaran formil.
  • Ditandai dengan diterbitkannya produk hukum oleh fiskus.
  • Sudah menjadi tunggakan pajak.
  • Sebagai dasar tindakan penagihan.

Baca juga: Tata Kelola Faktur Pajak: Panduan Praktis bagi Pengusaha

Landasan Hukum Pajak Terutang

Ada tiga Undang-Undang Perpajakan yang menjadi dasar hukum Pajak Terutang, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
  • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh)
  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Jenis Pajak Terutang

Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, Pajak Terutang dapat ditemukan dalam PPh, PPN, dan PPnBM, sebagai berikut:

a. PPh Terutang

  • Pajak Terutang PPh Pasal 21
    • Pembayaran terutang pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya pajak penghasilan, terutama bagi pemotong untuk setiap masa pajak.
  • Pajak Terutang PPh Pasal 22
    • PPh 22 Terutang adalah kewajiban pembayaran pajak penghasilan oleh wajib pajak badan usaha tertentu, baik pemerintah maupun swasta, atas perdagangan ekspor, impor, dan reimport.
  • Pajak Terutang PPh Pasal 23
    • PPh 23 adalah terutangnya pajak penghasilan atas dividen pada saat pembayaran dan saat disediakan untuk dibayarkan, termasuk bunga, sewa jatuh tempo, royalti, imbalan jasa teknis atau manajemen, dan jasa lainnya sesuai kontrak/perjanjian/faktur.
  • Pajak Terutang PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi
    • PPh 25 Badan adalah pembayaran pajak penghasilan orang pribadi secara dicicil.
    • PPh 29 Badan adalah pajak yang harus dilunasi oleh WP Badan ketika PPh Terutang dalam SPT Tahunan PPh lebih besar daripada kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain yang telah disetor.
  • Pajak Terutang PPh Pasal 26
    • PPh Pasal 26 Terutang adalah kewajiban pembayaran pajak penghasilan pada bulan pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung pada peristiwa yang terjadi lebih dahulu, khususnya untuk pemotongan pajak penghasilan Wajib Pajak luar negeri (WNA).
  • Pajak Terutang PPh Pasal 15
    • PPh Pasal 15 Terutang adalah kewajiban pembayaran pajak penghasilan dari pengangkutan orang/barang, termasuk penyewaan kapal, baik dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di dalam negeri maupun luar negeri, maupun sebaliknya.
  • Pajak Terutang PPh Pasal 4 ayat 2
    • PPh Pasal 4 ayat 2 terutang ketika terjadi penyewaan tanah dan/atau bangunan, di mana WP yang menyewakan harus memotong PPh terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung pada peristiwa yang terjadi lebih dulu. Untuk penghasilan dari usaha jasa konstruksi, pihak yang menggunakan jasa harus memotong PPh terutang pada saat pembayaran.

Baca Juga: Kewajiban SPT Masa PPN untuk Pengusaha Kena Pajak

b. PPN dan PPnBM Terutang

  • Pajak Terutang PPN
    • PPN Terutang terjadi saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), impor BKP, ekspor JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, pemanfaatan BKP tidak berwujud, dan JKP di luar daerah pabean. Terutangnya PPN adalah pada saat pembayaran transaksi yang dikenakan PPN tersebut.
  • Pajak Terutang PPnBM
    • Pajak Terutang PPnBM terjadi pada saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), impor BKP, ekspor JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, pemanfaatan BKP tidak berwujud, dan JKP di luar daerah pabean. Terutangnya PPnBM ini juga pada saat pembayaran transaksi yang dikenakan PPnBM tersebut.

Baca juga: Apa Itu PPN (Pajak Pertambahan Nilai): Panduan Lengkap

Ketentuan Perhitungan Pajak Terutang

Dasar penghitungan pajak terutang berbeda antara pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah. Mari kita bahas perinciannya.

a. Perhitungan PPh Terutang

Untuk menghitung tarif pajak penghasilan terutang dari total penghasilan yang diperoleh, diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).

  • Wajib pajak orang pribadi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP):
    • 5% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan hingga Rp50 juta per tahun.
    • 15% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta per tahun.
    • 25% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta per tahun.
    • 30% dari penghasilan kena pajak untuk penghasilan di atas Rp500 juta per tahun.
  • Wajib pajak orang pribadi tanpa NPWP membayar tarif 20% lebih tinggi dari pemilik NPWP.
  • Untuk PPh Terutang Badan, perhitungan didasarkan pada omzet tahunan:
    • WP Badan UMKM dengan pendapatan bruto hingga Rp4,8 miliar per tahun: Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 0,5% dari seluruh pendapatan bruto hasil usaha.
    • Badan usaha dengan pendapatan bruto lebih dari Rp50 miliar per tahun: Tarif pajak tunggal 25% dari laba bersih sebelum pajak.
  • Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020, tarif PPh Badan untuk perusahaan badan dalam negeri, seperti Perseroan Terbatas (Perusahaan Terbuka/Tbk), turun menjadi 22% pada 2020-2021, 20% pada 2022, dan tambahan penurunan menjadi 17% pada 2022 dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

b. Perhitungan PPN dan PPnBM Terutang

Penghitungan PPN dan PPnBM terutang dilakukan melalui pengalian dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

  • DPP adalah harga jual, nilai ekspor/impor, penggantian, atau nilai yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak terutang.
  • Jumlah DPP dapat dihitung dengan mengalikan nilai atau harga jual dengan 100/110.

Tarif PPN adalah 10%, dan 0% khusus untuk ekspor BKP Berwujud/Tidak Berwujud dan JKP, serta 5% dan paling tinggi 15%, yang harus ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Sementara itu, tarif PPnBM ditetapkan progresif tergantung pada jenis barang yang diimpor, mulai dari 10%, 20%, 30%, 40%, 60%, hingga tertinggi sebesar 125%.

Pembayaran Pajak Terutang

Pembayaran PPh atau penyetoran PPN dapat dilakukan dengan cara daring atau manual.

Pembayaran atau penyetoran pajak secara manual dapat dilakukan dengan mendatangi langsung lewat loket/teller kantor pos atau melalui ATM/teller bank persepsi yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Sementara itu, pembayaran pajak secara daring dilakukan melalui layanan online banking. Namun, penting untuk memastikan bahwa bank yang digunakan merupakan bank persepsi.

Pembayaran pajak secara online ini memerlukan penggunaan fitur e-Billing, yang melibatkan pembuatan Kode Billing terlebih dahulu sebelum proses pembayaran dapat dilakukan.

Baca juga: Apa Itu SPT Pajak: Pengertian dan Pelaporannya

Jatuh Tempo Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak

a. Penyampaian SPT Tahunan Pribadi

  • Batas waktu penyampaian SPT: paling lambat 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
    • Tahun Pajak: jangka waktu 1 tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
    • Dikecualikan: WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
  • Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

b. Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan

  • Batas waktu penyampaian SPT: paling lambat 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
    • Tahun Pajak: jangka waktu 1 tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
    • Dikecualikan: WP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP.
  • Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum SPT PPh disampaikan.

c. Penyampaian SPT Masa

  • Batas waktu penyampaian SPT Masa: paling lambat 20 hari setelah akhir Tahun Pajak.
  • Tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang: paling lambat 15 hari setelah terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
  • Tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporan pajak untuk SPT Masa:
    • Jika tanggal jatuh tempo pembayaran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
    • Jika tanggal batas akhir pelaporan bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
    • Batas waktu pembayaran, penyetoran, atau pelaporan pajak untuk SPT Masa, dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
NoJenis PajakBatas Pembayaran (Paling Lambat)Batas Pelaporan
1PPh Pasal 4 (2) Setor SendiriTgl. 15 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
2PPh Pasal 4 (2) PemotonganTgl. 10 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
3PPh Pasal 15 Setor SendiriTgl. 15 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
4PPh Pasal 15 PemotonganTgl. 10 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
5PPh Pasal 21Tgl. 10 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
6PPh Pasal 23/26Tgl. 10 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
7PPh Pasal 25Tgl. 15 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
8PPh 22 Impor Setor Sendiri (dilunasi bersama dengan Bea Masuk, PPN, PPnBM)Saat penyelesaian dokumen PIB
9PPh Pasal 22 Impor yang Pemungutan oleh Bea Cukai1 hari kerja berikutnyaHari kerja terakhir minggu berikutnya
10PPh Pasal 22 Pemungutan oleh BendaharawanHari yang sama dengan pembayaran atas penyerahan barang14 hari setelah masa pajak berakhir
11PPh Pasal 22 MigasTgl. 10 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
12PPh Pasal 22 Pemungutan oleh WP Badan TertentuTgl. 10 bulan berikutnyaTgl. 20 bulan berikutnya
13PPN & PPnBMAkhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir & sebelum SPT Masa PPN disampaikanAkhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
14PPN Atas Kegiatan Membangun SendiriTgl. 15 bulan berikutnyaAkhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
15PPN atas Kegiatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari Luar Daerah PabeanTgl. 15 bulan berikutnya setelah saat terutang pajakAkhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
16PPN & PPnBM Pemungutan BendaharawanTgl. 7 bulan berikutnyaAkhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
17PPN dan/atau PPnBM Pemungutan oleh Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar sebagai Pemungut PPNHarus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN
18PPN & PPnBM Pemungutan Selain BendaharawanTgl. 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhirAkhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
19PPh 25 WP Kriteria Tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP)Harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir
20Pembayaran masa selain PPh 25 WP Kriteria tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa (Pasal 3 ayat (3B) UU KUP)

d. Ketentuan terkait SPT Masa PPh Pasal 25:

  • Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah:
    • WP OP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
    • WP OP yang dalam satu tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP.
  • Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 melalui bank persepsi atau kantor pos persepsi dengan sistem pembayaran online dan Surat Setoran Pajak (SSP)-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka SPT Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.

Pengkreditan Pajak Terutang

Untuk menentukan kemampuan melakukan pengurangan pajak terutang, penting untuk mengetahui jumlah kredit pajak yang dimiliki.

Dari kredit pajak tersebut, dapat diketahui seberapa besar perbedaan antara pembayaran yang kurang atau lebih yang harus dilakukan. Informasi ini diperoleh melalui penyampaian SPT Tahunan/Masa.

Bagi Wajib Pajak Badan, kredit pajak berfungsi sebagai pengurang PPh Badan terutang.

Jika terdapat kekurangan pembayaran, Wajib Pajak wajib membayarkan selisih pajak yang kurang. Sebaliknya, jika pembayaran lebih, Wajib Pajak dapat mengajukan pengembalian pajak atau restitusi, atau menggunakan kredit pajak tersebut untuk periode pajak berikutnya.

Pengurangan pajak memiliki keterkaitan erat dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan transaksi yang mengharuskan penerbitan Faktur Pajak PPN.

Baca juga: Cara Mudah Lapor SPT Tahunan Badan

Pengembalian Pajak Terutang

Restitusi pajak dapat terjadi atas beberapa alasan, antara lain:

Restitusi kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh pembayar pajak.

a. Pembayaran pajak ini biasanya merupakan pajak terutang atau seharusnya tidak terutang yang dapat dikembalikan karena pembayaran tersebut:

  • Lebih besar dari pajak yang seharusnya terutang.
  • Transaksi dibatalkan.
  • Seharusnya tidak seharusnya dibayarkan.

Adanya permintaan penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan sesuai Pasal 44B UU KUP yang disetujui.

b. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kelebihan pajak dalam rangka impor. Penyebab kelebihan pembayaran pajak ini karena:

  • Pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar dan disetor ke negara.
  • Kelebihan pajak yang dibayar tidak dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh.
  • Atau kelebihan pajak yang disetor itu tidak dikreditkan dalam SPT Masa PPN.
  • Kelebihan pajak yang disetor terkait PPnBM tidak dibebankan dalam SPT tahunan PPh atau tidak dikapitalisasi dalam harga perolehan.
  • Pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kesalahan pemotongan atau pemungutan.

Kesalahan pemotongan dapat menyebabkan jumlah yang dibayar lebih besar dari yang seharusnya dipotong/pungut, dan dapat berupa:

  • Pemotongan atau pemungutan PPh yang mengakibatkan PPh yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut.
  • Pemotongan atau pemungutan PPh atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak.
  • Pemungutan PPN terhadap bukan PKP yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.
  • Atau pemungutan PPnBM yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut.

Kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak dapat berupa:

  • Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut.
  • Pemungutan PPN yang seharusnya tidak dipungut.
  • Atau pemungutan PPnBM yang seharusnya tidak dipungut.

Masih bingung tentang perpajakan? Jasa konsultan pajak dan pembukuan dari IZIN.co.id dapat membantu anda. Hubungi kami sekarang.