Banyak pelaku usaha masih bingung membedakan antara ketetapan halal dan sertifikat halal. Meski keduanya terdengar mirip, keduanya memiliki fungsi, bentuk, dan kekuatan hukum yang berbeda. Memahami perbedaan ini sangat penting agar proses sertifikasi halal tidak terhambat dan bisnis Anda tetap taat regulasi.
Apa Itu Ketetapan Halal?
Ketetapan halal adalah hasil sidang fatwa yang dikeluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia). Dokumen ini menyatakan bahwa suatu produk telah memenuhi kriteria kehalalan berdasarkan syariat Islam, setelah dilakukan audit oleh LPH.
Namun, ketetapan ini bukan dokumen legal formal untuk keperluan pelabelan atau distribusi produk. Ia hanya menjadi syarat pendukung bagi BPJPH untuk bisa menerbitkan sertifikat halal.
Apa Itu Sertifikat Halal?
Sertifikat halal adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh BPJPH. Sertifikat ini menjadi bukti hukum bahwa produk sudah dinyatakan halal, dan legal untuk diberi label halal.
Tanpa sertifikat ini, produk Anda dianggap belum halal secara hukum, meskipun sudah ada ketetapan halal dari MUI.
Baca juga: Manfaat Sertifikat Halal
Perbedaan Utama Ketetapan Halal vs Sertifikat Halal
Aspek | Ketetapan Halal | Sertifikat Halal |
Penerbit | MUI | BPJPH |
Fungsi | Fatwa kehalalan | Dokumen legal untuk pelabelan halal |
Bentuk Dokumen | Pernyataan kehalalan | Sertifikat resmi |
Dasar Hukum | Syariat Islam | UU No. 33 Tahun 2014 |
Keterlibatan LPH | Sebagai dasar sidang fatwa | Sebagai bagian dari proses sertifikasi |
Kekuatan Hukum | Tidak mengikat secara administratif | Mengikat secara hukum |
Diperlukan untuk Label | Tidak | Ya, wajib untuk pencantuman label halal |
Kenapa Pelaku Usaha Harus Pahami Ini?
Banyak pelaku usaha yang berhenti setelah memperoleh ketetapan halal, mengira proses sudah selesai. Padahal, tanpa sertifikat halal, produk mereka belum sah untuk diberi label halal dan belum legal secara administratif.
Hal ini bisa berdampak pada:
- Penolakan distribusi di toko atau marketplace tertentu.
- Sanksi dari pemerintah jika memasarkan produk tanpa sertifikat halal.
- Kehilangan kepercayaan konsumen Muslim karena dianggap tidak taat regulasi.
Baca juga: Cara Cek Sertifikat Halal
Solusi Praktis: Gunakan Layanan Sertifikasi Halal Terpercaya
Mengurus ketetapan halal dan sertifikat halal bisa terasa rumit, apalagi jika belum paham urutan prosesnya. Anda harus berurusan dengan BPJPH, LPH, hingga MUI.
Untuk itu, Anda bisa menggunakan Jasa Pembuatan Sertifikat Halal MUI dari IZIN.co.id. Layanan ini mendampingi Anda dari awal pengajuan, proses audit, hingga terbitnya sertifikat resmi. Proses jadi lebih cepat, minim hambatan, dan dijamin sesuai regulasi.
Konsultasi GRATIS sekarang dan dapatkan penawaran spesial!
Ketetapan halal dan sertifikat halal adalah dua dokumen berbeda yang saling melengkapi. Ketetapan halal adalah fatwa dari MUI, sementara sertifikat halal adalah bukti legal yang diakui negara. Tanpa sertifikat halal, Anda belum bisa mencantumkan label halal secara sah.
Untuk memastikan proses berjalan lancar, gunakan bantuan profesional seperti Jasa Pembuatan Sertifikat Halal MUI dari IZIN.co.id. Jangan sampai keliru, karena satu kesalahan kecil bisa berdampak besar pada legalitas produk Anda.
FAQ: Ketetapan Halal vs Sertifikat Halal
Apakah ketetapan halal sudah cukup untuk label halal di produk?
Tidak. Label halal hanya bisa digunakan setelah memperoleh sertifikat halal dari BPJPH.
Apakah semua produk wajib sertifikat halal?
Ya, khususnya untuk makanan, minuman, obat, kosmetik, dan barang gunaan lainnya, sesuai UU JPH.
Siapa yang menerbitkan ketetapan halal dan siapa yang keluarkan sertifikat?
MUI menerbitkan ketetapan halal setelah sidang fatwa, sementara BPJPH yang menerbitkan sertifikat halal.
Berapa lama proses pengurusan keduanya?
Sekitar 20–60 hari kerja, tergantung kelengkapan dokumen dan hasil audit LPH.
Apa akibatnya jika hanya punya ketetapan halal?
Produk tetap dianggap belum halal secara hukum dan bisa terkena sanksi jika beredar tanpa sertifikat.