Tidak melaporkan harta saat mengajukan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dapat menimbulkan risiko denda yang harus dibayarkan oleh wajib pajak, sejumlah 30% untuk wajib pajak pribadi, ditambah dengan sanksi 200% atau 2% per bulan selama maksimal 24 bulan. Mari kita bahas secara lebih mendalam mengenai denda karena tidak melaporkan harta dalam SPT di artikel ini.
Baca Juga: Pengertian Pajak Progresif
Kelompok Harta yang Wajib Dilaporkan di SPT
Setidaknya ada enam kelompok harta yang harus dilaporkan secara rinci oleh wajib pajak terkait kepemilikan mereka. Apa saja kelompok harta tersebut? Mari simak di bawah ini:
- Kas dan Setara Kas
- Harta dalam Bentuk Piutang
- Investasi
- Alat Transportasi
- Harta Bergerak
- Harta Tidak Bergerak
Secara wajar, setiap wajib pajak pasti memiliki harta. Oleh karena itu, sangat tidak mungkin untuk tidak mengisi kolom harta pada SPT Tahunan. Mungkin selama ini Anda hanya melaporkan beberapa item agar data tersimpan saat pengisian e-Filing. Namun, mungkin ada harta lain yang belum Anda laporkan atau belum terpikirkan.
Tentu, ini akan memiliki dampak di masa mendatang. Salah satu konsep yang perlu dipahami adalah bahwa penghasilan yang Anda terima dapat dihabiskan melalui dua cara, yaitu dikonsumsi atau diinvestasikan. Jika penghasilan Anda tidak habis dikonsumsi, maka digunakan untuk investasi ke dalam aset, seperti menabung, membeli tanah, dan sebagainya.
Jika harta yang Anda miliki tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan, maka dapat timbul masalah di masa depan. Contoh masalah yang mungkin muncul adalah ketika harta tersebut ditemukan oleh Ditjen Pajak melalui mekanisme pemeriksaan atau ekstensifikasi pajak.
Baca juga: Apa Itu SPT Pajak?
Akibat Tidak Lapor Harta di SPT
Seiring diberlakukannya sistem pertukaran informasi global, wajib pajak diwajibkan untuk selalu jujur dalam melaporkan kekayaan mereka. Mengapa? Karena semua data terkait kekayaan yang kena pajak, termasuk di sektor perbankan baik di dalam maupun luar negeri, sudah dapat diakses untuk kepentingan perpajakan. Jika ketidakjujuran terdeteksi, wajib pajak berisiko dikenai denda karena tidak melaporkan harta pada SPT Tahunan.
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) juga mendorong agar pelaporan Surat Pemberitahuan (SPPT) Tahunan dilakukan dengan benar, lengkap, dan jelas, terutama terkait kepemilikan harta. Saat ini, Ditjen Pajak telah mengumpulkan basis data dan informasi yang lebih luas untuk mengawasi kepatuhan pajak, khususnya terkait penyampaian SPT. Sekarang, ada setidaknya 69 lembaga atau pihak ketiga yang secara rutin menyampaikan data mereka kepada DJP.
Data dari pihak ketiga ini berasal dari ILAP (Instansi, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain). Mereka diakui sebagai rumah data yang mengelola semua informasi yang masuk ke Ditjen Pajak. Dari data yang diterima dan data internal Ditjen Pajak, dapat terlihat wajib pajak yang belum atau tidak melaporkan harta dalam SPT. Hal ini menjadi dasar untuk memberlakukan denda karena tidak melaporkan harta pada SPT bagi wajib pajak yang tidak jujur.
Baca Juga: Telat Lapor SPT Tahunan, Ini Batas Penyampaian dan Solusinya
Denda Akibat Tidak Melaporkan SPT
Dengan melimpahnya data yang dimiliki oleh Ditjen Pajak, diharapkan wajib pajak dapat lebih patuh terhadap kewajibannya. Terlebih lagi, adanya basis data eksternal yang digunakan oleh Account Representative (AR) untuk mengevaluasi kepatuhan wajib pajak dengan membandingkan data SPT Tahunannya.
Jika terdapat ketidaksesuaian antara penghasilan yang dilaporkan dalam SPT, laporan harta, dan data dari pihak ketiga, Ditjen Pajak dapat meminta klarifikasi dari wajib pajak. Permintaan penjelasan ini akan disertai dengan penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
Baca juga: Mengenal Konsultan Pajak: Panduan Praktis yang Mudah Dipahami
Memahami SP2DK dan Tarif Sanksi Denda
Kesinambungan data antara pihak ketiga dan Ditjen Pajak memiliki peranan yang sangat penting. Sebagai contoh, data dari pihak ketiga mungkin mencatat pembelian 3 mobil secara tunai dan bukti potong penghasilan sebesar 400 juta setahun pada tahun yang sama. Namun, kolom laporan harta ternyata kosong. Dalam situasi ini, AR akan menyelidiki dari mana wajib pajak memperoleh kemampuan untuk membeli secara tunai. Selanjutnya, DJP akan mengeluarkan SP2DK untuk mendapatkan klarifikasi terkait contoh tersebut.
Bagaimana jika wajib pajak tidak dapat memberikan penjelasan? Jika wajib pajak tidak dapat menjelaskan sumber penghasilan tersebut, beban pajak atas sumber penghasilan baru akan dihitung dan ditambahkan dengan komponen denda.
Harta yang ditemukan oleh Ditjen Pajak, namun belum dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT Tahunan, akan dikenakan tarif Pajak Penghasilan Final sebesar 30% untuk wajib pajak pribadi, ditambah dengan sanksi sebesar 200% atau 2% per bulan selama maksimal 24 bulan.
Dalam menjalankan kewajiban sebagai wajib pajak, kesadaran dan kewaspadaan menjadi kunci utama. Melaporkan harta dengan benar pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan tidak hanya menghindarkan dari risiko denda yang dapat memberatkan, tetapi juga memberikan dasar yang kokoh untuk keuangan yang stabil di masa depan. Butuh jasa konsultan pajak dan pembukuan? IZIN.co.id siap membantu anda. Hubungi tim IZIN sekarang.