Apa Bedanya Sertifikat Halal dan BPOM?

Sebagai pelaku usaha di bidang makanan, minuman, obat, atau kosmetik, penting bagi Anda untuk memahami perbedaan antara sertifikat halal dan izin BPOM. Keduanya sama-sama penting untuk membangun kepercayaan konsumen, tetapi memiliki fokus, proses, dan tujuan yang berbeda.

Artikel ini akan membantu Anda memahami perbedaan keduanya secara lebih mendalam, serta menjelaskan mengapa Anda sebaiknya mengurus izin BPOM terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahap berikutnya.

Fungsi Utama

Izin edar dari BPOM berfungsi sebagai tanda bahwa produk Anda telah melewati uji kelayakan secara ilmiah. Artinya, produk telah diperiksa dari segi keamanan, mutu, dan manfaat. BPOM memastikan bahwa produk tidak mengandung bahan berbahaya, tidak terkontaminasi, dan layak dikonsumsi atau digunakan oleh masyarakat. Tujuannya adalah melindungi konsumen dari risiko kesehatan akibat produk yang tidak memenuhi standar.

Baca Juga: Apa Manfaat Sertifikat BPOM? Ini Penjelasan Lengkapnya

Sementara itu, sertifikat halal lebih menekankan pada aspek kehalalan bahan dan proses produksi sesuai syariat Islam. Sertifikat ini diberikan oleh BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) melalui proses audit oleh LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) dan fatwa dari MUI. Sertifikat ini penting bagi konsumen Muslim yang ingin memastikan produk yang mereka konsumsi sesuai dengan nilai agama. Dengan sertifikat halal, produk Anda bisa menjangkau pasar Muslim yang sangat besar di Indonesia dan negara lain.

Aspek yang Dinilai

Dalam proses pengurusan izin BPOM, produk akan diperiksa dari sisi komposisi, kandungan bahan, proses produksi, hingga pengemasan. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa produk tidak membahayakan kesehatan konsumen. Bahkan, produk yang lolos uji BPOM harus melewati pengujian laboratorium untuk mendeteksi logam berat, mikroba, atau zat aditif berlebihan. Jadi, fokus BPOM adalah perlindungan konsumen secara ilmiah dan medis.

Baca Juga: Cara Cek BPOM Produk dengan Mudah dan Cepat

Penilaian untuk mendapatkan sertifikat halal mencakup asal-usul bahan baku, alat produksi, dan proses pengolahan. Produk tidak boleh mengandung unsur babi, alkohol, atau bersentuhan dengan bahan najis. Selain itu, prosedur seperti penyembelihan hewan (untuk produk hewani) juga harus dilakukan sesuai syariat. Pemeriksaan dilakukan oleh auditor halal yang telah tersertifikasi, dan hasilnya kemudian dimintakan fatwa halal kepada MUI.

Kewenangan Lembaga

BPOM adalah lembaga resmi pemerintah yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan atau mencabut izin edar produk. Jika suatu produk terbukti berbahaya atau tidak memenuhi ketentuan, BPOM berhak melakukan penarikan dari peredaran. BPOM juga rutin melakukan pengawasan terhadap produk yang sudah beredar di pasar. Ini menunjukkan bahwa peran BPOM sangat penting dalam menjaga standar kualitas dan keselamatan konsumen secara nasional.

Baca Juga: Berapa Lama Proses Sertifikasi BPOM? Ini Jawaban Lengkapnya

Proses sertifikasi halal berada di bawah koordinasi BPJPH (di bawah Kementerian Agama), yang bekerja sama dengan LPH sebagai lembaga pemeriksa, dan MUI sebagai pemberi fatwa. Meskipun MUI dulu menjadi pihak utama dalam sertifikasi halal, kini perannya lebih fokus pada pemberian fatwa setelah pemeriksaan dilakukan. Proses ini bersifat kolaboratif antara regulator, auditor, dan ulama. Hal ini memastikan bahwa aspek agama dan teknis berjalan beriringan dalam proses sertifikasi halal.

Wajib atau Tidak?

Untuk produk seperti obat, suplemen, kosmetik, makanan dan minuman olahan, izin BPOM adalah syarat wajib sebelum produk bisa diedarkan secara legal di pasar. Tanpa izin ini, produk dianggap ilegal dan berisiko disita atau ditarik oleh pihak berwenang. Selain itu, distribusi tanpa izin BPOM bisa merusak reputasi merek Anda. Maka dari itu, pengusaha sebaiknya mengurus izin BPOM sejak awal produksi.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal juga diwajibkan secara bertahap untuk produk makanan, minuman, dan produk lainnya. Tahap awal kewajiban sertifikasi halal dimulai sejak 17 Oktober 2019 dan akan diperluas ke kategori lain secara bertahap. Produk yang tidak bersertifikat halal harus mencantumkan label “belum bersertifikat halal” di kemasannya. Jadi meski bertahap, kewajiban ini bersifat mengikat di masa depan.

Bentuk Sertifikat

Produk yang telah mendapatkan izin dari BPOM akan memiliki Nomor Izin Edar (NIE), yang biasanya tertera di kemasan produk. Nomor ini bisa dicek keasliannya secara online melalui situs resmi BPOM. Dengan adanya nomor ini, konsumen dapat mengetahui bahwa produk tersebut telah melewati proses uji yang sah. NIE juga menjadi dokumen penting saat produk ingin didistribusikan ke pasar ritel, e-commerce, atau diekspor.

Sertifikat halal berbentuk dokumen resmi dari BPJPH dan disertai dengan label halal berlogo baru yang dapat ditempelkan di kemasan produk. Label ini menjadi simbol yang sangat penting di mata konsumen Muslim. Tidak hanya meningkatkan kredibilitas produk, tetapi juga menjadi nilai jual yang kuat. Terutama jika produk ingin masuk ke pasar halal global seperti Malaysia, Timur Tengah, atau komunitas Muslim di Eropa dan Amerika.

Perlukah Keduanya?

Idealnya, produk makanan, minuman, dan kosmetik memiliki keduanya—izin BPOM sebagai jaminan keamanan, dan sertifikat halal sebagai jaminan kehalalan, terutama jika menargetkan pasar Muslim di Indonesia.

Butuh Bantuan Urus Izin BPOM?

Urus izin edar BPOM bisa jadi proses yang rumit dan memakan waktu. Namun Anda tidak perlu repot, karena IZIN.co.id siap membantu Anda dalam proses pengurusan izin BPOM secara profesional, cepat, dan sesuai regulasi. Cocok untuk pelaku usaha makanan, minuman, kosmetik, hingga suplemen.

Konsultasi GRATIS sekarang dan dapatkan penawaran spesial!

Mulai Usaha Lebih Mudah dengan Tools dari IZIN.co.id

KBLI Online
Cek KBLI untuk pemilihan bidang usaha di NIB
Cek Nama PT Online
Cek ketersediaan nama PT Anda di sini
Artikel Lainnya
whatsapp button