Peraturan dan Dasar Hukum Sertifikat Halal di Indonesia

Artikel ini ditulis dengan bantuan Kecerdasan Buatan (AI) dan telah ditinjau oleh tim IZIN.co.id sebelum dipubilkasikan.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, Indonesia memiliki kebutuhan besar akan produk yang sesuai dengan ketentuan syariah. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, pemerintah mengatur mekanisme sertifikasi halal yang berfungsi melindungi konsumen sekaligus menetapkan standar bagi pelaku usaha. Aturan ini memastikan bahwa setiap produk yang beredar telah melewati proses pemeriksaan ketat sesuai prinsip kehalalan.

Sertifikat halal bukan hanya sekadar syarat administratif, tetapi juga menjadi strategi bisnis yang efektif. Label halal meningkatkan kepercayaan masyarakat, memperluas jangkauan pemasaran, dan membuka peluang ekspor. Dengan dasar hukum yang jelas, sertifikasi halal memberikan kepastian bagi pelaku usaha dalam setiap tahap produksi hingga distribusi.

Mengapa Sertifikat Halal Penting?

Sertifikat halal berperan sebagai bukti resmi bahwa produk telah diproduksi dengan standar syariah, mulai dari bahan baku hingga rantai distribusi. Di tengah meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kehalalan produk, label halal menjadi faktor penting yang memengaruhi keputusan pembelian.

Bagi pelaku usaha, sertifikasi halal tidak hanya meningkatkan kredibilitas, tetapi juga memperkuat posisi di pasar. Produk bersertifikat halal memiliki peluang lebih besar untuk diterima di ritel modern hingga pasar ekspor yang menerapkan regulasi halal ketat. Dengan demikian, kepemilikan sertifikat halal bukan hanya memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga membuka peluang bisnis yang lebih luas.

Baca juga: Manfaat Sertifikat Halal bagi Konsumen dan Pelaku Usaha

Dasar Hukum Sertifikasi Halal

Ketentuan mengenai sertifikat halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Regulasi ini mewajibkan setiap produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, hingga barang konsumsi tertentu memiliki label halal sebelum dipasarkan. Implementasinya diatur lebih detail melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021.

Aturan ini hadir untuk memberikan perlindungan kepada konsumen muslim sekaligus menciptakan standar industri yang seragam. UU JPH juga memuat sanksi administratif bagi pelaku usaha yang tidak mematuhi kewajiban sertifikasi. Dengan dasar hukum yang kuat, proses sertifikasi halal memiliki kepastian regulasi dan menjamin transparansi setiap prosedurnya.

Peran BPJPH dan MUI

Pelaksanaan sertifikasi halal di Indonesia melibatkan dua lembaga utama: Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). BPJPH bertugas menangani pendaftaran dan penerbitan sertifikat, sedangkan audit lapangan dilakukan oleh LPPOM MUI. Setelah proses audit selesai, MUI menetapkan fatwa halal yang menjadi dasar penerbitan sertifikat oleh BPJPH.

Sinergi antara BPJPH dan MUI membuat mekanisme sertifikasi lebih terkoordinasi. BPJPH menangani aspek administratif, sementara MUI memastikan seluruh persyaratan syariah terpenuhi. Kerja sama ini membantu pelaku usaha memahami alur sertifikasi dengan lebih mudah dan mengurangi risiko kesalahan prosedur.

Baca juga: Cara Cek Sertifikat Halal

Proses Sertifikasi Halal

Untuk mendapatkan sertifikat halal, pelaku usaha perlu melalui beberapa tahapan berikut:

  1. Pendaftaran ke BPJPH

    Proses dimulai dengan mendaftarkan produk melalui sistem BPJPH. Dokumen yang dilampirkan meliputi data perusahaan, daftar produk, bahan baku, hingga informasi fasilitas produksi.

  2. Pemeriksaan Dokumen

    BPJPH menilai kelengkapan dokumen administratif. Jika ada data yang kurang, pelaku usaha akan diminta untuk melengkapinya sebelum berlanjut ke tahap audit lapangan.

  3. Audit Halal oleh LPPOM MUI

    Auditor LPPOM MUI melakukan pemeriksaan langsung ke lokasi produksi. Mereka menilai bahan baku, peralatan, hingga alur distribusi untuk memastikan tidak ada kontaminasi bahan non-halal.

  4. Sidang Fatwa Halal MUI

    Hasil audit diserahkan kepada MUI untuk dibahas dalam sidang fatwa halal. Dewan ulama akan memutuskan status halal berdasarkan temuan audit dan dokumen yang diajukan.

  5. Penerbitan Sertifikat Halal

    Setelah fatwa halal dikeluarkan, BPJPH menerbitkan sertifikat resmi. Produk kemudian dapat mencantumkan label halal sesuai ketentuan yang berlaku.

  6. Pengawasan dan Masa Berlaku

    Sertifikat halal berlaku selama periode tertentu, biasanya 4 tahun. Selama masa berlaku, produk tetap diawasi untuk memastikan standar halal tetap terjaga.

Baca juga: Masa Berlaku Sertifikat Halal di Indonesia

Kewajiban Pelaku Usaha

Kewajiban memiliki sertifikat halal berlaku untuk semua produsen makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, hingga bahan kimia tertentu. Regulasi ini diterapkan baik untuk UMKM maupun perusahaan besar. Produk tanpa sertifikat halal tidak dapat dipasarkan sebagai produk halal dan berisiko terkena sanksi administratif.

Selain memenuhi aturan, kepemilikan sertifikat halal juga memberi nilai kompetitif. Saat ini banyak platform e-commerce dan ritel modern mensyaratkan label halal sebagai kriteria seleksi produk. Hal ini menjadi peluang besar bagi pelaku usaha yang ingin memperluas pasar dan meningkatkan kepercayaan konsumen.

Jasa Pengurusan Sertifikat Halal

Untuk mempercepat proses, pelaku usaha dapat memanfaatkan layanan profesional seperti Jasa Pembuatan Sertifikat Halal MUI dari IZIN.co.id. Layanan ini membantu menyiapkan dokumen, mendampingi audit, hingga memastikan pendaftaran sesuai prosedur resmi.

Menggunakan jasa berpengalaman meminimalkan risiko penolakan sertifikat dan membantu pelaku usaha memahami persyaratan dengan lebih baik. Layanan ini dapat digunakan oleh usaha skala kecil maupun besar untuk memastikan proses sertifikasi berjalan lebih praktis dan efisien.

Konsultasi GRATIS sekarang dan dapatkan penawaran spesial!

Mulai Usaha Lebih Mudah dengan Tools dari IZIN.co.id

KBLI Online
Cek KBLI untuk pemilihan bidang usaha di NIB
Cek Nama PT Online
Cek ketersediaan nama PT Anda di sini
Artikel Lainnya
whatsapp button